Sabtu, 18 Juni 2011

Klaten van Java

Klaten adalah sebuah kabupaten yang diapit oleh Boyolali di utara, Sukoharjo di timur, dan DIY di selatannya. Sedangkan di barat ada Gunung Merapi.

Kotanya kecil banget, jadi yang disebut kota hanyalah jajaran pertokoan dan kantor di sepanjang 2 km jalan Solo-Yogya. Tapi jika anda naik bus umum dari Solo ke Yogya, ya ngga bakalan ngelewati kota soalnya bus umum lewat by pass luar kota. Yang jadi ikon dari kota Klaten ini cuma ada dua yaitu Gelanggang Olahraga (GOR) Gelarsena dan alun-alun kota.

Soalnya orang Klaten sendiri kalo bilang mau ke Klaten, ya dua tempat ini tujuannya. Padahal kalo ngeliat peta kota tempat si orang ini juga masih masuk wilayah kota. Cuma orang Klaten lebih memilih nama desa atau kecamatan untuk keperluan sehari-hari dalam menunjuk suatu tempat dalam kota seperti Mbareng, Gunungan, Klaten Tengah atau perumda. Sedangkan kata Klaten lebih diidentikan dengan urusan hiburan atau jalan-jalan.

Gelanggang Olahraga Gelarsena atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Gor” adalah sebuah gedung gelanggang olahraga. Dimana gedungnya cuma satu tapi lapangan dalam gedung itu bisa dipake buat macem-macem cabang olahraga. Jadi di sana anda akan bisa melihat garis lapangan yang bertumpuk. Mulai dari garis buat lapangan volley, basket, badminton, tenis. Tapi untung tidak dipake juga buat lapangan catur jadi ngga belang-belang kaya taplak meja.

Yang menjadikan “Gor” ini terkenal bukan karena prestasi olahraga penggunanya. Tapi karena di “Gor” inilah diadakan hajatan terbesar setahun sekali. Yaitu pasar malam lengkap dengan komidi putar. Selama satu minggu pada saat menjelang hari raya Idul Fitri. Dijamin pada saat itu hampir seluruh warga Klaten tumplek blek di sana. Bahkan yang dari plosok desa sekalipun. Bahkan kemacetan yang ditimbulkan pun bisa mengalahkan kemacetan Jakarta yang sudah kesohor hingga mancanegara.

Ini disebabkan pada saat itu seluruh warga klaten yang kebanyakan berada di perantauan pada pulang kampung (berdasarkan pengetahuan saya warga Klaten tersebar hampir di sepertiga dunia, di Eropa, Amerika, Australia. Kalo di Afrika saya belum tahu ada pa ga orang Klatennya).

Yang kedua adalah alun-alun kota. Ini adalah sebuah lapangan sama dengan lapangan dimana saja yang berdebu, rumputnya awut-awutan, dan panasnya ngenthang-enthang (puanas pol) kalo siang. Tapi berubah drastis jadi tempat pacaran paling menyenangkan begitu hari berubah malam. Soalnya di sekitar alun-alun ini akan dijamuri oleh pedagang kaki lima. Baik yang jualan makanan, minuman, pakaian maupun sekedar jimat, batu akik dan penglarisan. 
 
Di sebelah timurnya ada supermarket Matahari, di sebelah baratnya, nyebrang jalan, ada Laris Departemen Store. Ngga jauh dari sini juga ada pasar yang namanya pasar maling. Yaitu pasar yang barang-barangnya konon didapat dari usaha yang “gituan” deh. Pasar ini buka mulai jam 6 sore sampe 9 malam saja.

Kebanyakan barang yang dijual adalah sepatu dan sandal (benda-benda fast moving alias gampang ilang)
Kalo mau agak religius dikit, anda bisa mengunjungi Mesjid Agung Klaten yang jaraknya ngga lebih dari 30 langkah kaki dewasa dari alun-alun Klaten.

Untuk urusan kuliner, Klaten ngga kalah dengan Bandung yang konon dikatakan sebagai pusat jajanan serba ada. Di Klaten segala jenis makanan tersedia mulai dari kelas bulu (makanan super ringan) sampai kelas Tanker VVLC Pertamina yang dijual Laksamana Sukardi yang ngauzubillah beratnya.

Dari makanan biasa, yang biasa dimakan orang-orang kebanyakan sampe yang aneh-aneh (cuma orang-orang nggragas yang doyan). Seperti ayam goreng lalapan sampe sate biyawak dan sate musang. Catatan untuk dua makanan terakhir ini anda perlu order jauh-jauh hari karena cukup sulit mendapatkan bahan bakunya. Catatan lagi, makanan-makanan ajaib ini juga lumayan mahal harganya karena untuk menangkap biawak atau musang biasanya dipancing dengan seekor ayam jadi anggap anda makan dua jenis makanan sekaligus.

Jika anda masih kerabat dengan bangsa ular dan suka makan daging kodok, arahkan saja kendaraan anda ke Lampu Merah pertigaan mBareng. Anda bisa menikmati daging kodok dengan kuah atau bumbu goreng kecap, tanpa harus khawatir kodoknya bakal loncat atau berteot-teot di mulut anda.

Pokoknya kalo soal makanan Klaten cukup bisa diandalkan tanpa harus pergi jauh ke Bandung kalo cuma pengen ngerasain sepiring mi kocok atau batagor.

Untuk makanan junk food Klaten juga punya, meski bukan kelas McDonald yaitu Tisada Burger dan Klaten Crabbypetty. Ada juga KFC yaitu Klaten Fried Chicken. Yang rasanya bersaing begitu pula harganya.
Kalau anda ingin makan ikan goreng atau bakar yang fresh from the empang anda punya dua pilihan. Bisa ke Pemancingan Njanti di Utara atau warung makan apung Njimbung di Selatan.

Njanti adalah tempat pemancingan rumahan. Dimana anda bisa makan langsung ikan hasil tangkapan anda, maksud saya, ya yang sudah dimasak. Jangan yang baru dipancing trus dimakan mentah itu namanya nggragas. Dan yang terkenal itu pemancingan no. 35. Ini bukan promosi tapi bukti, soalnya sampe dibuat cabangnya. Padahal penomoran itu didasarkan dari urutannya rumah pancingan itu sendiri. Jadi agak aneh setelah nomor 100 ada no 35 dengan tulisan kecil dibawahnya “cabang”. Ikan yang ada biasanya lele dan nila.
Di Njimbung pemancingannya dibuat di atas Danau Jimbung yang terkenal buat para pencari pesugihan.

Rumah makan disini dibuat terapung di tengah danau. Jadi anda perlu naik rakit dulu. Tapi jangan kuatir rakitnya gratis kok, karena udah merupakan fasilitas dari masing-masing stand pemancingan. Yang ngga gratis itu, ya makannya. Dan untuk anda yang parkirphobia, di Njimbung ini anda akan diminta karcis masuk lokasi sama bayar parkir lagi. Yang bisa lumayan mahal jika anda memakai kendaraan roda empat.

Jika anda memilih pergi ke Njimbung ada baiknya menghindari musim kemarau karena air danaunya surut dan ada bau yang bisa mengurangi selera makan anda kecuali anda memang benar-benar lapar atau hidung anda mampet.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar