Senin, 11 April 2011

Jangan Menyerah!!


Dalam setiap perlombaan dan pertandingan maka akan selalu ada pemenang dan pecundang. Ada yang kalah dan ada yang menang. Meski semua sudah berusaha sebaik-baiknya dan mengeluarkan segenap kemampuan. Hanya akan muncul satu pemenang. Yang kalah bukan berarti tidak berusaha atau hanya berdiam diri. Hanya saja yang menjadikan perbedaan diantara pemenang dan pecundang adalah sikap pantang menyerah.


Meski kalah jumlah atau pun kalah fasilitas. Pemenang tidak pernah menyerah, sampai peliaut akhir dibunyikan. Hasil akhir tidak pernah dilihat berdasarkan prediksi data dan angka. Bukan pula berdasarkan fisik yang lebih kuat atau sejumlah fasilitas yang lebih mewah. Kemauan dan daya juang adalah yang menentukan.

Dalam dunia olahraga sudah banyak yang bisa dijadikan contoh tentang kemenangan yang diperoleh karena keteguhan dan daya juang yang pantang menyerah. Begitu pula dalam kisah perjuangan bangsa Indonesia. Meski kalah jumlah, fasilitas dan kemampuan persenjataan dari Belanda. Tapi daya juang dan pantang menyerah yang ditunjukan oleh bangsa Indonesia lah yg akhirnya membawa dan memenangkan kemerdekaan.

Entah kemana perginya sikap pantang menyerah bangsa ini? Justru setelah lebih dari 60 tahun merdeka, daya juang dan sikap pantang menyerah itu hilang. Jika dulu dengan keadaan seadanya para pendiri bangsa berhasil menghadirkan kemerdekaan dan dengan keadaan seadanya pula berhasil mempersiapkan kemerdekaan dan membentuk sebuah Undang-undang Dasar 1945. Maka sekarang ada anggapan bahwa untuk melakukan atau mendapat sesuatu yang baik harus didukung oleh berbagai fasilitas mewah dan insentif yang tinggi yang keren disebut dengan remunerasi.

Tidak perlu jauh-jauh untuk mencari contoh, sikap pemerintah baik itu eksekutif dan legislatif sudah menunjukan hal tersebut. Bahwa untuk membuat program yang menyejahterakan rakyatnya eksekutif mengeluhkan minimnya anggaran. Akibatnya program2 pemerintah tak kunjung berjalan. Mungkin masih belum lepas dari ingatan, ketika seorang presiden mengeluhkan banyak hal. Dan yang terakhir adalah mengeluh karena gajinya tidak pernah naik. Padahal masa jabatannya pun baru satu tahun karena dilantik tahun 2009 dan sudah mengeluh tahun 2010. dan tanpa digaji pun, presiden ini tidak akan kelaparan karena masih dapat uang pensiun dari dinas ketentaraan dengan pangkat terakhirnya yang jendral. 

Dan bukankah selama menjabat sebagai presiden semua fasilitas dipenuhi oleh negara? Berbagai kegiatan, dan perjalanan dibiayai oleh negara bahkan sekedar perjalanan dari rumahnya ke kantornya di istana, tanpa harus panas2 terjebak macet di jalanan ibukota. 

Begitu pula dengan legislatif. Mengeluhkan berbagai fasilitas yang sudah tidak layak, ruang kantor yang terlalu sempit, dan gedung yang sudah tidak layak huni karena konon miring sekian derajat. Sehingga membahayakan keselamatan. Oleh sebab itu mereka meminta dibuatkan gedung kantor baru dengan berbagai fasilitas mewahnya. Plus kolam renang dan spa. Mereka berdalih itu semua bukan untuk mereka pribadi, tapi untuk anggota legislatif berikutnya. Padahal mereka tidak pernah bahkan tidak tahu apakah anggota legislatif setelah mereka itu membutuhkan gedung baru yang dengan pongah dan ngotot mereka perjuangkan itu. 

Sikap mental pejuang dan pantang menyerah, telah berganti dengan mental Pak Ogah. Yang hanya akan bergerak melakukan sesuatu setelah mendapat ”cepek” dulu. Dan jika yang seperti itu banyak didapati pada pemimpin-pemimpin kita maka sudah tidak selayaknya mereka bertempat di istana atau gedung DPR di Senayan sana. Mereka jauh lebih pantas menempati pos ronda tempat kaum Pak Ogah berada.

Yang dibutuhkan sekarang bukan pemimpin yang lantang meneriakan slogan ”bersama kita bisa”. Namun pada kenyataannya rakyat berjalan sendirian. Para pembesar hanya bisa berteriak bersama kita bisa, bisa korupsi, kolusi dan nepotisme bersama. Jika terjerat hukum maka bisa buat mafia bersama pula.

Kami lelah mendengar slogan yang berterbangan, kami rindu pemimpin yang berjuang pantang menyerah untuk kesejahteraan. Jangan menyerah!. Karena rakyat itu manusia, hidup, ada dan nyata. Bukan sekedar data dan angka yang  bisa dihapus atau ditambahkan semaunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar