Kamis, 07 April 2011

Persamaan Hak Negara-negara di Dunia (Bagian I)


”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa. Oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.”

Visi dan keinginan bangsa indonesia secara jelas tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, para pendiri bangsa yang saat itu baru saja merasakan kemerdekaannya. Secara tegas menyatakan bahwa tidak ada negara/bangsa lain yang berhak menjajah dan nenentukan jalan hidup bangsa/negara lain. Jauh sebelum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengakui kesetaraan bangsa-bangsa yg dituangkan dalam deklarasi PBB tahun 1947. di Asia dan Afrika, Indonesia adalah salah satu negara yg pertama kali mendapatkan kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain atas perjuangannya sendiri.


Dan karena prinsip kesetaraan bangsa itu pula indonesia menjadi pelopor the New Emerging Force, yang berasal dari bangsa/negara dunia ketiga yang sebelumnya merupakan negara jajahan. Bersama India, Mesir, dan Yugoslavia. Kemudian membentuk gerakan nonblok untuk mengimbangi blok barat (NATO) dan blok timur (Pakta Warsawa) yang sedang bersitegang berebut pengaruh di dunia.

Seiring dengan perkembangan kawasan dan geopolitik dunia, terjadi pula perubahan dimana PBB yang sebelumnya mengakomodasi NATO dan Pakta Warsawa. Sekarang lebih condong kepada pihak NATO disamping karena bubarnya blok Pakta Warsawa.

Invasi Irak dan Afghanistan, hingga yang terkini terhadap Libya oleh NATO dengan dalih menjalankan resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB No. 1973. Adalah sebuah pelanggaran terhadap prinsip2 hukum internasional. Karena sesungguhnya jika PBB benar2 menjalankan tugasnya sesuai dengan Piagam PBB. Maka ia dan lembaganya seperti lembaga Dewan Keamanan. Harus mematuhi prinsip kedaulatan sebuah negara. Tanpa memandang ras, agama dan ideologi yang menjadi dasar negara tersebut.

Dan hendaknya segala macam kepentingan nasional negara-negara anggota PBB harus dijalankan dengan prinsip kesetaraan. Termasuk pula dalam pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi yang selama ini lebih banyak ditafsirkan secara sepihak oleh negara-negara maju. Invasi Irak dan Libya dengan alasan demokrasi dan HAM sebenarnya telah mencederai dan menunjukkan adanya standar yg berbeda yg dipakai oleh negara maju. Sehingga serangan terhadap Libya dapat disimpulkan sebagai upaya penggulingan kekuasaan, dan bukan karena alasan demokrasi dan HAM seperti yg diberitakan selama ini oleh media.

Penggulingan kepemimpinan di Libya terjadi karena adanya campur tangan pihak asing (NATO) yang didukung oleh Perancis, Italia, Amerika, Denmark, Inggris, Kanada, Spanyol, Belanda, Norwegia, Yunani, Romania, Turki, dan Belgia. Serta beberapa negara arab arab yang mendukung koalisi barat itu seperti Qatar dan Uni Emirat Arab.

Zona larangan terbang terhadap militer Libya di atas negerinya sendiri adalah sebuah bentuk intervensi terhadap kedaulatan negara. Lebih lanjut pengeboman obyek militer di darat, melebihi kewenangan yang diberikan oleh PBB kepada pasukan koalisi. Hal ini yg membuat Rusia, China dan Jerman, menarik dukungan dalam pelaksanaan resolusi DK PBB no 1973 di Libya. Penyerangan pasukan koalisi barat terhadap Libya ini merupakan bentuk pemihakan terhadap pemberontak, dan merupakan kudeta yang dilakukan oleh militer asing. Terhadap pemerintahan Libya yang sah.

Lalu bagaimana sikap pemerintah indonesia menyikapi persoalan ini? Tentunya sebagai negara yang berdaulat dan meyakini bahwa kedaulatan dan kemerdekaan sebuah bangsa/negara, ditentukan oleh bangsanya sendiri dan bukan oleh bangsa lain. dan tidak hanya sekedar memberikan himbauan agar permasalahan ini diselesaiakan secara damai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar